Benarkah Nasionalisme itu Bukan Kekufuran?

Sebelum sampai pada kesimpulan, kufur atau tidaknya nasionalisme, memang terlebih dahulu kita harus menyepakati defenisinya. Dengan demikian diharapkan kejelasan fakta ide yang menjadi pembahasan. Seandainya pun tidak terjadi kesepakatan defenisi, maka minimal, memahami proses lahirnya kesimpulan bahwa nasionalisme itu kufur.

Nasionalisme Sebagai Puncak Pengabdian

Nasionalisme menurut Hans Kohn (dalam Ziauddin Sardar, Rekayasa Masa Depan Islam, 1986) adalah suatu keadaan pada individu dimana dia merasa bahwa pengabdian yang paling tinggi adalah untuk bangsa dan tanah air. Dengan defenisi tersebut, Nasionalisme mengunggulkan dan mengutamakan kebangsaan sekaligus menomorduakan paham lain, termasuk aqidah dan syariat Islam.

Bagi seorang nasionalis bangsa adalah segala-galanya. Tidak ada yang lebih penting dalam hidupnya kecuali meraih kejayaan dan membela bangsanya. Maka tidak aneh, apabila kepentingan nasional terganggu, maka faham atau ide lain (termasuk aqidah dan syariat Islam) bisa dinomorduakan bahkan disingkirkan, dengan alasan demi kepentingan nasional. Seorang nasionalis sejati akan mengabdi dan berusaha melanggengkan nasionalisme. Seorang nasionalis, lebih rela hukum-hukum islam disingkirkan demi kepentingan bangsanya. Lebih suka bersatu dengan orang-orang sekuler, bahkan mungkin dengan orang kafir ketimbang membela saudara seakidahnya.

Nasionalisme telah menjadikan seseorang lebih mengutamakan pada bangsa dan negara di atas kepentingan agama sekalipun. Mereka yang telah mengidap perasaan wathaniyyah akan mengabdi sepenuhnya demi bangsa dan Negara, bukan kepada agama. Sehingga apabila mereka dihadapkan kepada pertentangan antara kepentingan agama dan negara (nation state), maka mereka akan memilih mencampakkan agama dan rela menumpahkan darah demi membela bangsa dan negara. Walaupun pembelaan mereka terhadap negara akan berdampak kepada permusuhan dengan kaum muslimin, atau bahkan pembelaan kepada sesuatu yang bertentangan dengan Islam.

Padahal pengabdian seorang muslim hanya diperuntukkan kepada kepada Allah semata, bukan kepada selain-Nya. Pengabdian kepada Allah SWT. bermakna manusia wajib beribadah semata-mata untuk Allah swt. Atau mendedikasikan dirinya semata-mata untuk Allah swt. Inilah makna ibadah kepada Allah swt, sebagaimana firman Allah swt, " Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah."(Q.S. 51: 56). Dalam ayat lain disebutkan, "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam"(Q.S. 6: 162)

Seorang muslim, dengan kalimat tauhidnya, Laa Ilaaha Illa Allah, bermakna meniadakan segala sesuatu yang diibadahi kecuali Allah SWT. Dengan kalimat tauhidnya itu dia berikrar, bahwa pengabdian tertingginya adalah kepada Allah SWT. Hakikat ibadah adalah tunduk dan taat hanya kepada Allah SWT. serta tunduk dan taat kepada pihak-pihak yang direkomendasikan oleh Allah SWT.

Sedangkan ide nasionalisme – sesuai defenisi Hans Kohn – menghendaki pengabdian tertinggi seseorang adalah kepada bangsa dan tanah airnya. Sementara Islam mengajarkan, pengabdian tertinggi seseorang adalah kepada Allah SWT. saja. Faham nasionalisme meletakkan bangsa sejajar atau bahkan lebih tinggi dari Allah SWT. Bukankah sikap yang demikian itu adalah adalah satu bentuk kekufuran. Atau dengan ungkapan lebih tegas, mungkin bisa masuk juga kepada kemusyrikan?!!

Kalau sudah demikian masihkah nasionalisme – sekali lagi, jika menggunakan defenisi yang dikemukan oleh Hans Kohn – bukan sebuah kekufuran?!!!

BERSAMBUNG

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGATASI PENYAKIT MAGH DAN ASAM LAMBUNG TINGGI DENGAN MUDAH & NYAMAN

Belajar Terjemah Alquran dan Bahasa Arab